Menurut studi terbaru, ada 13 ide dekarbonisasi yang mampu menciptakan peluang pasar ekonomi hijau senilai 150 miliar dollar AS atau setara Rp 211 triliun di Asia Tenggara.
Studi tersebut dilakukan oleh perusahaan konsultan global Bain & Company berkolaborasi dengan GenZero, Standard Chartered Bank, dan Temasek.
Ke-13 ide dekarbonisasi tersebut tersebar di empat sektor yaitu alam dan pertanian, ketenagalistrikan, transportasi, dan bangunan.
Head of Investments GenZero Kimberly Tan mengatakan, Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
"Kawasan ini mengalami peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan yang didorong oleh pembangunan ekonomi," kata Kimberly dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (22/4/2024).
Pada 2023, investasi iklim di kawasan ini mencapai 6,3 miliar dollar AS atau naik sekitar 20 persen dibandingkan 2022.
Akan tetapi, capaian investasi tersebut masuih jauh dari kebutuhan sebesar 1,5 triliun dollar AS ntuk mencapai target penurunan emisi pada 2030.
Di sisi lain, Asia Tenggara juga harus bersaing dengan wilayah-wilayah lain di dunia dalam mengambil peluang investasi iklim. T
an menyampaikan, ada beberapa strategi yang perlu dilakukan agar Asia Tenggara memiliki posisi yang lebih baik untuk menarik investasi dari sektor swasta dan mempercepat upaya transisi.
"Menyusun roadmap dekarbonisasi melalui kerangka kebijakan yang jelas, peraturan yang mendukung, dan rencana pendanaan yang konkret," jelas Tan
Menurut studi tersebut, ke-13 ide dekarbonisasi yang mampu menciptakan peluang pasar ekonomi hijau senilai 150 miliar dollar AS yakni:
- Sektor alam dan pertanian: Pertanian regeneratif, pertanian presisi, konservari hutan dan lahan gambut, serta teknik manajemen air pertanian.
- Ketenagalistrikan: Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pelatihan dan pengembangan infrastruktur, pemasangan PLTS untuk kebutuhan individuatau perusahaan, serta kontrak jual beli energi listrik ramah lingkungan.
- Transportasi: Kendaraan listrik, infrastruktur pengecasan, dan limbah pertanian untuk produksi biofuel.
- Bangunan: Peningkatan efisiensi energi untuk pusat data dan Peningkatan efisiensi energi untuk bangunan.
Kompleks Studi tersebut juga mengakui bahwa kawasan Asia Tenggara tengah menghadapi tantangan yang unik dan kompleks dalam proses dekarbonisasi.
Sebagai kawasan dengan perekonomian yang tengah berkembang, Asia Tenggara perlu menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan biaya transisi energi.
Pasalnya, Asia Tenggara mempunyai sejarah ketergantungan terhadap bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik.
Tersebarnya sumber daya terbarukan karena faktor geografis menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan di seluruh kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, keterbatasan insentif untuk pengurangan karbon dan akses terhadap pendanaan yang tidak memadai menciptakan hambatan bagi upaya transisi ramah lingkungan.
Sumber: https://lestari.kompas.com/read/2024/04/23/150000886/riset--13-ide-dekarbonisasi-ciptakan-peluang-ekonomi-rp-211-triliun-di-asia?page=2.